BANDA ACEH -- Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi di negeri ini. Sejak sepekan terakhir telah terjadi empat kasus kekerasan yang dialamatkan kepada para pekerja media di tanah air. Hal ini sungguh memprihatinkan serta mengancam kebebasan pers.
Pada Selasa 29 Mai 2012, aksi kekerasan dialami tujuh jurnalis di Padang, usai merekam peristiwa penertiban sejumlah kafe mesum yang digelar satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Lubuk Begalung, Padang Sumatera Barat. Ironisnya
perbuatan tak beradab ini dilakukan oleh anggota TNI dari kesatuan Marinir.
Aksi kekerasan itu melukai tujuh jurnalis, yaitu Budi Sunandar (jurnalis Global TV), Sy Ridwan (fotografer Padang Ekspres), Jamaldi (jurnalis Favorit Televisi), Andora Khew (jurnalis SCTV), Julian (jurnalis Trans 7), Afriandi jurnalis Metro TV), dan Deden (jurnalis Trans TV). Para pelaku juga merusak dan merampas peralatan kerja para jurnalis.
Pada Selasa, juga terjadi kekerasan terhadap jurnalis di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Kekerasan itu menimpa jurnalis Harian Kompas Reny Sri Ayu dan jurnalis Harian Mercusuar Moechtar Mahyuddin, saat meliput antrean warga di SPBU Bungku. Keduanya dikeroyok sejumlah orang yang diduga antre membeli bahan bakar minyak dengan jerigen.
Sebelumnya, pada Senin, 28 Mai 2012 juga terjadi perampasan kamera jurnalis Batam TV Bagong Sastra Negara yang meliput kelangkaan bahan bakar minyak di Kota Batam. Perampasan kamera oleh seseorang berpakaian mirip seragam tentara itu terjadi di SPBU Simpang Tobing, Kota Batam.
Pada Kamis 31 Mai 2012 surat kabar harian Posko Malut di Ternate, Maluku Selatan diserang oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku Selatan, Isak Naser. Isak menyambangi kantor media
tersebut dengan membawa sejumlah preman yang sudah dalam keadaan mabuk
berat, dan mengobrak abrik se isi kantor. Penyerangan itu merupakan buntut dari pemberitaan yang yang menyebut Ishak Naser membagi-bagikan uang Ranperda tahun 2011 pada
Tindakan penyerangan dan pemukulan terhadap jurnalis merupakan bentuk pengekangan terhadap kerja-kerja jurnalis yang kerjanya dilindungi oleh Undang-undang No 40 tahun 1999. Hal Ini membuktikan bahwa masih minimnya pemahaman penegak hukum, alat Negara dan masyarakat terhadap fungsi dan peran jurnalis di tengah masyarakat.
Jurnalis adalah penyambung lidah masyarakat yang mempunyai tanggung
jawab moral untuk memberikan informasi yang benar kepada publik. Jurnalis mempunyai kode etik yang tak boleh dilanggar. Tugas jurnalistik dilindungi undang-undang dan mempunyai payung hukum yang jelas.
Jika merasa keberatan atau merasa dirugikan atas pemberitaan media, maka seharusnya dapat menggunakan hak jawab atau hak tolak. Tindakan kekerasan terhadap jurnalis atau kepada siapapun, dalam bentuk apapun merupakan tindakan yang tidak patut dan harus diberantas.
Aparat penegak hukum tidak boleh melindungi siapapun yang melakukan kekerasan. Sejumlah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia harus dapat diselesaikan dan pelakunya dapat diadili seadil-adilnya.
Menyiakapi hal itu, kami dari Forum Jurnalis Aceh Anti Kekerasan menyatakan sikap sebagai berikut :
air.
tidak terjadi lagi kekerasan terhadap jurnalis.
Demikian pernyataan
sikap ini kami buat dengan harapan tidak ada lagi jurnalis yang menjadi korban kekerasan. Dalam bentuk apapun kekerasan harus dilawan.
Banda Aceh , 1 Juni 2012
Ketua AJI Banda Aceh
Maimun Saleh
Ketua PWI Aceh
Tarmilin Usman
Ketua IJTI Aceh
Didik Ardiansyah