MEDIA berperan penting dalam edukasi kebencanaan seperti memperingatkan sebelum bencana terjadi, memberi panduan saat evakuasi, dan memonitor pascabencana. Media juga menghubungkan publik dan otoritas di mana membuat keduanya menjadi sumber yang sangat penting saat krisis bencana terjadi.
“Media juga menjadi pengawal sosial dalam tanggap darurat dan pemulihan,” ujar jurnalis Kompas dari Aceh, Ahmad Arif saat mengisi webinar “Literasi Kebencanaan untuk Menangkal Disinformasi” melalui “Peran Media Tingkatkan Literasi Bencana.” Webinar tersebut digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh pada 29 April 2021 lalu.
Hadir tiga pemateri dalam diskusi daring tersebut. Selain Ahmad Arif, AJI Banda Aceh turut menghadirkan Kasi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Klas II Blangbintang Aceh Besar, Zakaria. Pembicara lain adalah Henny Nurmayani selaku Kasubbag Program Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Diskusi yang dipandu oleh anggota AJI Banda Aceh Nova Misdayanti tersebut yang diikuti puluhan peserta.
Ahmad Arif mengatakan selama ini ada tiga masalah yang sering dihadapi jurnalis saat meliput bencana di Indonesia, yaitu pengetahuan dan keterampilan, persoalan etik serta ekonomi dan politik. “Untuk itu jurnalis yang bertugas meliput bencana, termasuk jurnalis Aceh harus bisa memposisikan diri sebagai pemberi informasi sebelum kejadian bencana, saat bencan bahkan hingga pascabencana,” kata Ahmad Arif.
Menurutnya ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebelum bencana terjadi, misalnya mengenalkan bahaya dan ancaman, memetakan resiko dan tata kelola, peringatan dini serta kesiapsiagaan. Jika bencana terjadi, maka jurnalis harus memberitakan soal pengawasan penanganan dan kebijakan secara adil dan inklusif, menyampaikan informasi untuk penyintas, memberikan informasi tentang dampak dan kebutuhan secara akurat dan cepat, serta antisipasi bencana ikutan.
“Begitu juga saat pasca bencana, jurnalis harus siap memberitakan persoalan rehabilitas dan rekonstruksi, melakukan pengawasan serta mengajarkan masyarakat tentang mitigasi bencana agar mereka bisa menghadapi ancaman bencana kedepannya,” kata Ahmad Arif.
Sementara Henny Nurmayani memaparkan materi tentang potensi ancaman bencana di Aceh dari tahun ke tahun seperti kejadian bencana gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, kekeringan, banjir, kebakaran hutan, angina puting beliung, tanah longsor, gelombang pasang atau abrasi, epidemi dan konflik.
Dirinya juga memaparkan grafik data bencana yang selama ini terjadi di Aceh mulai dari dampak bencana hingga perkiraan kerugian berdasarkan jenis bencana. Dalam paparannya, Henny menjelaskan pentingnya kesiapsiagaan terutama upaya meminimalisir dampak bencana yang bisa dicapai dengan meningkatkan literasi informasi bencana.
“Di sinilah peran media mengedukasi masyarakat agar membangun kesadaran akan mitigasi bencana,” ujarnya.
Henny mengatakan berbagai produk literasi kebencanaan sudah dirilis oleh BPBA, seperti buku bacaan kebencanaan, album musik kebencanaan, membangun desa siaga bencana, serta membentuk forum ilmuwan kebencanaan di Aceh.
Dalam kesempatan yang sama, Zakaria menjelaskan tugas dan tanggungjawabnya selama ini dalam memberikan informasi seputar peringatan dini dan prakiraan cuaca. Dia mengatakan BMKG menjadi mitra strategis jurnalis dalam meliput isu kebencanaan.
Zakaria selalu memberikan informasi secara transparan soal prediksi dan potensi bencana kepada jurnalis, dirinya berharap jurnalis di Aceh bisa menyampaikan informasi akurat, cepat dan terpercaya kepada masyarakat serta dapat menangkal disinformasi yang tidak disiplin verifikasi dilapangan, terutama informasi yang beredar di media sosial.
Setelah pemaparan selesai, moderator mulai membacakan pertanyaan yang diajukan peserta daring satu persatu. Pertanyaan yang muncul tak hanya berasal dari kalangan jurnalis tetapi juga masyarakat umum. Kebanyakan dari mereka mempertanyakan soal peran media dalam memberitakan isu kebencanaan mulai dari pra bencana, saat bencana terjadi hingga pasca bencana.
Mereka berharap agar media menjadi garda terdepan dalam memberitakan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana karena Aceh berada dalam jalur Ring Of Fire.
Selain itu peserta daring ini juga memberi masukan kepada BPBA agar selalu menginformasikan data terkini terkait bencana yang terjadi di Aceh, serta menjadikan pendidikan kebencanan sebagai kurikulum belajar mengajar di sekolah agar generasi penerus sigap menghadapi bencana jika sewaktu-waktu terjadi.[]