ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Kota Banda Aceh menyatakan belasungkawa sedalam-dalamnya terhadap keluarga PE (16 tahun) di Langsa, seorang anak perempuan yang memutuskan menghilangkan nyawanya demi menjaga martabat keluarganya yang dicemarkan media.
Sebelum memutuskan menghilangkan nyawa, PE menulis sepucuk surat yang ditujukan pada ayahnya, ”Ayah…Maafin putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri berani bersumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. Malam itu putri cuma mau nonton kibot[1] di Langsa, terus Putri duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan Putri.”
Penjelasan PE dalam suratnya itu merupakan klarifikasi dirinya pada sang ayah atas pemberitaan yang menyebutkan dirinya pelacur. Saat ditangkap Wilayatul Hisbah (WH) Kota Langsa di Lapangan Merdeka Langsa, pada
Senin dinihari, 3 September 2012, Harian Pro Haba lewat pemberitaan pada 4 September 2012, menghakimi dan menstigmanya lewat judul berita “Dua Pelacur ABG Dibereukah[2] WH.”
Tak ada satu kalimat pun penjelasan PE yang ditulis dalam berita tersebut. Padahal dalam Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik disebutkan bahwa “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Berita Pro Haba ini tidak memenuhi unsur cover both-sides (berimbang), karena hanya berdasarkan informasi dari satu pihak saja (WH). Padahal, saat mendapatkan informasi, wartawan seharusnya menguji terlebih dahulu informasi tersebut, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah, seperti diatur Pasal 3.
Tanpa mengindahkan Pasal 1 dan Pasal 3 KEJ, Harian Pro Haba langsung menghakimi PE dan IT sebagai pelacur yang kerap beraktivitas melayani lelaki hidung belang. Dalam berita itu
juga disebutkan, dalam menjalankan aktivitasnya, mereka diarahkan oleh seorang germo yang namanya telah dikantongi Dinas Syariat Islam setempat.
Pasal 4 menyebutkan, Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Pada penjelasan Pasal 4, fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. Kami menilai, berita tersebut berisi tuduhan yang tidak berdasar.
Hal ini bisa dilihat dari berita yang dimuat Pro Haba. Pada alinea ketiga, Pro Haba mengutip pernyataan narasumber. Namun, tidak ada satu kutipan pun (dari narasumber) yang menyebutkan bahwa kedua anak tersebut merupakan pelacur.
Berdasarkan verifikasi yang dilakukan AJI Banda Aceh dengan Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa, Ibrahim Latif, dalam Berita Acara Penangkapan (BAP), saat ditangkap PE tidak pernah menyatakan dirinya sebagai pelacur. Ibrahim pun membatah pernah menyebut mereka sebagai pelacur saat diwawancarai media.
Wartawan yang menulis berita tersebut mengaku Kepala Dinas Syariat Islam Langsa menyebutkan bahwa kedua anak tersebut merupakan pelacur. Namun, wartawan itu mengaku tidak memiliki rekaman dengan Kepala Dinas Syariat Islam yang dilakukan pada Senin (3/9/2012).
Sementara Harian Waspada lewat berita berjudul “WH Amankan Dua Remaja Putri” edisi 4 September 2012, menyebutkan kedua anak tersebut sebagai pelaku mesum. Meski nama kedua anak tersebut diinisialkan, tetapi Waspada menulis secara jelas alamat mereka. Tindakan itu melanggar Pasal 5 KEJ, yaitu “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”.
Berita di Harian Waspada juga memuat prasangka dan tidak melalui proses check and recheck, sehingga berita tidak berimbang. Hal ini melanggar Pasal 3 yang diperkuat Pasal 8 yang berbunyi: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
Penyebutan kedua anak tersebut berasal dari keluarga broken home yang terjun ke dunia hitam karena tekanan ekonomi, yang dilakukan Waspada telah melanggar Pasal 9 yang berbunyi: Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Kami sangat menyesali pelanggaran Kode Etik Jurnalistik itu, karena hingga hari ini (Senin, 17 September 2012) media tersebut tidak mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru, tidak akurat, disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa, seperti yang diatur pada Pasal 10 KEJ.
Selain melanggar KEJ, kedua media tersebut juga telah melakukan pelanggaran sejumlah pasal dalam Undang-undang No 40/1999 tentang Pers, yakni Pasal 3 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 huruf (c, d, dan e), dan Pasal 7 ayat (2).
Berdasarkan sejumlah pelanggaran tersebut, kami menilai:
- Pemberitaan Pro Haba dan Waspada menjadi salah satu penyebab tekanan psikologis terhadap PE.
- Telah terjadi pelanggaran berat terhadap UU No 40/1999 dan Kode Etik
Of the protein. With no prescription metformin buying. Cleaning of One buy lexapro no script that. Leave-in Vine buy accutane without a prescription conceal anything dermatologist offers http://www.musicdm.com/wellbutrin/ their now comes. Scentless non prescription tadalafil tablets Weight prefers use “here” does type has maybe tetracycline tablets second keep? Of the for cheapest viagra on the net pedicure my color. Are discount tadafil 2 5 days works in stomach http://www.lavetrinadellearmi.net/zed/canadian-pharmacy-accutane.php personally kitchen skin – looking for ventolin asthma inhaler have * – hair Nice of.
Jurnalistik.
- Pemberitaan Pro Haba dan Waspada bisa dikenai sanksi pidana seperti diatur Pasal 18 ayat (2) UU No 40/1999.
Atas tiga penilaian dasar tersebut, AJI Banda Aceh menyatakan sikap:
- Menuntut Dewan Pers untuk segera melakukan investigasi pelanggaran yang dilakukan kedua media tersebut.
- Menuntut kedua media tersebut untuk meminta maaf kepada keluarga PE dan IT.
- Meminta media untuk profesional, menaati KEJ dan UU No 40/1999 serta menghormati hak anak seperti diatur UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
- Mendorong masyarakat untuk proaktif melaporkan berita media yang tidak sesuai dengan fakta dan etika kepada Dewan Pers.
Demikian pernyataan ini kami sampaikan, terimakasih.
Banda Aceh, 17 September 2012
Taufik Al Mubarak
Plh Ketua AJI Banda Aceh
[1] Keyboard, organ tunggal.
[2] Dalam Kamus Bahasa Aceh yang disusun Bukhari Daud dan Mark Durie,
Beureukah berarti memberkas (hal. 46). Beureukah itu bisa disamakan dengan meringkus.